Baca Juga
Mengapa Seseorang Bisa Takut Punya Anak?
Mengapa Seseorang Bisa Takut Punya Anak
Mengapa seseorang bisa takut punya anak?
Takut bukan berarti benci. Takut dalam konteks ini maksudnya adalah perasaan khawatir karena suatu hal yang bisa jadi didasarkan pada pengalaman masa lalu, baik pengalaman sendiri maupun orang lain (biasanya orang terdekat).Dan, mengapa seseorang bisa takut untuk segera memiliki momongan?
Masalah finansial mungkin akan menjadi kambing hitam nomor satu, padahal masalahnya tak hanya itu. Bisa jadi secara finansial sudah lancar, namun dari sisi psikologis masih “bengkak”. Dan lagi, memiliki anak bisa melancarkan rezeki. Jadi, masalah finansial seharusnya tidak menjadi kambing hitam.
Seseorang bisa mengalami ketakutan luar biasa untuk memiliki anak salah satunya adalah karena masalah psikologis. Mungkin saja jiwa orang tersebut pernah terluka, sekarang sedang memar, dan dalam proses “pengobatan”. Kita tak bisa menjustifikasi seseorang hanya dari penampilan luarnya saja, bukan. Atau, menjustifikasi orang lain dengan memakai sudut pandang kita.
Bisa jadi, seseorang yang sangat takut punya anak itu dulunya adalah korban “kekerasan dalam rumah tangga”. KDRT tak melulu berupa fisik. Pertengkaran orangtua juga merupakan KDRT psikologis. Sekalipun saat itu orangtua merasa si anak belum mengerti karena masih kecil, namun memori anak akan menyimpannya. Teriakan orangtua, makian mereka, dan juga sikap- sikap kurang baik lainnya di depan anak bisa sangat mengganggu pertumbuhan mental si anak. Suatu saat, ketika si anak sudah tumbuh dewasa dan menikah, entah, siapa yang “menyuruhnya”, namun alam bawah sadarnya akan “menuntun” dia untuk menunda terlebih dahulu agar kejadian yang sama tak terulang kembali. Kejadian, pertengkaran orang tua di depan dia.
No excuse! Tak peduli masa lalumu, yang penting masa depanmu.
Benar, memang salah bila menjadikan trauma sebagai alasan untuk trauma memiliki anak. Namun, ibarat sakit “kanker”, pengobatan yang sedang dilakukan tentu tak bisa sekali jadi. Butuh proses. Pihak yang mengalami trauma tersebut memang seharusnya membuka hati. Banyak-banyak membaca, melihat sekitar, dan juga meyakinkan diri bahwa kejadian yang sama tak akan terulang kembali, bahwa dia bisa menjadi orangtua yang lebih baik. Dengan mengetahui penyebabnya, seseorang akan bisa mengobati lukanya.
Dengan melihat kenyataan seperti di atas, sudah sepantasnya kita tidak semudah itu menjustifikasi pasangan suami istri yang belum juga memiliki momongan meskipun sudah lama menikah. Ada banyak faktor, salah satunya trauma. Kita tidak pernah menjadi mereka. Jika ingin membantu, bantulah dengan tulus (tidak hanya mengolok). Jika tidak bisa membantu, setidaknya kita mendoakan.
Referensi: dari berbagai sumber artikel parenting dan psikologi populer serta pengamatan di dunia nyata
Foto ilsutrasi : Google
Penulis:
Miyosi Ariefiansyah alias @miyosimiyo penguhuni www.rumahmiyosi.com adalah istri, ibu, penulis, dan pembelajar
Sumber : umi-online.com
Mengapa Seseorang Bisa Takut Punya Anak
Mengapa seseorang bisa takut punya anak?
Takut bukan berarti benci. Takut dalam konteks ini maksudnya adalah perasaan khawatir karena suatu hal yang bisa jadi didasarkan pada pengalaman masa lalu, baik pengalaman sendiri maupun orang lain (biasanya orang terdekat).Dan, mengapa seseorang bisa takut untuk segera memiliki momongan?
Masalah finansial mungkin akan menjadi kambing hitam nomor satu, padahal masalahnya tak hanya itu. Bisa jadi secara finansial sudah lancar, namun dari sisi psikologis masih “bengkak”. Dan lagi, memiliki anak bisa melancarkan rezeki. Jadi, masalah finansial seharusnya tidak menjadi kambing hitam.
Seseorang bisa mengalami ketakutan luar biasa untuk memiliki anak salah satunya adalah karena masalah psikologis. Mungkin saja jiwa orang tersebut pernah terluka, sekarang sedang memar, dan dalam proses “pengobatan”. Kita tak bisa menjustifikasi seseorang hanya dari penampilan luarnya saja, bukan. Atau, menjustifikasi orang lain dengan memakai sudut pandang kita.
Bisa jadi, seseorang yang sangat takut punya anak itu dulunya adalah korban “kekerasan dalam rumah tangga”. KDRT tak melulu berupa fisik. Pertengkaran orangtua juga merupakan KDRT psikologis. Sekalipun saat itu orangtua merasa si anak belum mengerti karena masih kecil, namun memori anak akan menyimpannya. Teriakan orangtua, makian mereka, dan juga sikap- sikap kurang baik lainnya di depan anak bisa sangat mengganggu pertumbuhan mental si anak. Suatu saat, ketika si anak sudah tumbuh dewasa dan menikah, entah, siapa yang “menyuruhnya”, namun alam bawah sadarnya akan “menuntun” dia untuk menunda terlebih dahulu agar kejadian yang sama tak terulang kembali. Kejadian, pertengkaran orang tua di depan dia.
No excuse! Tak peduli masa lalumu, yang penting masa depanmu.
Benar, memang salah bila menjadikan trauma sebagai alasan untuk trauma memiliki anak. Namun, ibarat sakit “kanker”, pengobatan yang sedang dilakukan tentu tak bisa sekali jadi. Butuh proses. Pihak yang mengalami trauma tersebut memang seharusnya membuka hati. Banyak-banyak membaca, melihat sekitar, dan juga meyakinkan diri bahwa kejadian yang sama tak akan terulang kembali, bahwa dia bisa menjadi orangtua yang lebih baik. Dengan mengetahui penyebabnya, seseorang akan bisa mengobati lukanya.
Dengan melihat kenyataan seperti di atas, sudah sepantasnya kita tidak semudah itu menjustifikasi pasangan suami istri yang belum juga memiliki momongan meskipun sudah lama menikah. Ada banyak faktor, salah satunya trauma. Kita tidak pernah menjadi mereka. Jika ingin membantu, bantulah dengan tulus (tidak hanya mengolok). Jika tidak bisa membantu, setidaknya kita mendoakan.
Referensi: dari berbagai sumber artikel parenting dan psikologi populer serta pengamatan di dunia nyata
Foto ilsutrasi : Google
Penulis:
Miyosi Ariefiansyah alias @miyosimiyo penguhuni www.rumahmiyosi.com adalah istri, ibu, penulis, dan pembelajar
Sumber : umi-online.com
Mengapa Seseorang Bisa Takut Punya Anak?
4/
5
Oleh
Taqwa Haq