Baca Juga
Sahabat Ummi, salah satu hal yang tidak mungkin bisa kita hindari saat menikah adalah terlibat percekcokan dengan pasangan. Semua tidak bisa memungkiri bahwa pertengkaran dengan pasangan adalah hal yang bisa terjadi sekalipun hanya pertengkaran yang sifatnya sepele alias tidak prinsip.
Jika dengan teman yang bertemunya hanya sesekali entah itu di dunia nyata atau maya dan tidak terlalu terikat hubungan emosional saja bisa salah paham apalagi dengan pasangan hidup yang notabene selalu berinteraksi sepanjang hari. Namanya juga beda orang, beda isi kepala, beda persepsi, beda latar belakang, dan bedaa banyak hal. Terlepas dari beragam kesamaan yang pasti dimiliki, ya.
Pertengkaran kecil pun jika tidak disikapi dengan baik bisa berlarut-larut bahkan bisa berakibat fatal. Awalnya mungkin hanya bertengkar kecil masalah rebutan channel tv, tapi jika tidak disikapi dengan bijak bisa berkembang ke mana-mana bahkan bisa bercerai. Na’udzubillah.
“Kamu sih kalau ngeletakin remote enggak bener”
“Ya kamulah yang suka nonton tv,”
“Kok jadi aku? Ya kamu gak mau ingetin!”
“Kok ngelunjak ya udah disabarin!”
“Kamu itu yang sembrono, udah tahu remote tv itu benda kecil, gak rapi nyimpennya,”
“Kok dari tadi nyalahin aku terus,”
“Bukannya nyalahin, itu ngingetin kali, kamunya aja yang gak terimaan,”
“Kamu itu yang ngingetinnya gak bener!”
“Jadi harus gimana? Ingetinnya harus seperti mantanmu dulu yang lembut?”
“Kok bawa-bawa mantan?”
“Ya kamu yang mulai,”
Dan seterusnya.
Nah. Padahal masalahnya apa, sih? Sepele banget.
Sahabat Ummi pasti tahu kan bahwa setan itu bakal sorak-sorak bergembira melihat pasangan suami istri bertengkar. Prestasi tertinggi mereka adalah ketika bisa memisahkan dua insan yang direkatkan dalam hubungan halal. Kalau masalah alasan ya bisa dicari, salah satunya pertengkaran kecil. That’s why, meskipun bukan berarti harus lebay, seyogyanya kita tidak menyepelekan pertengkaran-pertengkaran kecil dengan pasangan. Jangan dibuat berlarut-larut apalagi sampai dipendam hingga menimbulkan dendam. Na’udzubillah.
Pertengkaran kecil dengan pasangan bisa jadi adalah sesuatu yang tidak mungkin bisa kita hindari, tapi kita bisa menyikapinya dengan baik agar tidak merembet ke mana-mana. Sahabat Ummi bisa menggunakan tips praktis dan sederhana ini:
Apa yang harus dilakukan jika terlibat pertengkaran kecil dengan pasangan hidup?
1. Jangan langsung menyalahkan nanti yang ada sahut-sahutan
“Kamu, sih!”
“Kamu itu!”
Sampai besok pagi begitu terus. Capek, ya.
Kecenderungan manusia ketika dia disalahkan adalah bersikap defensif alias membela diri. Jadi tahanlah untuk menyalahkan pasangan secara frontal.
Misal, masalahnya adalah kuitansi pembayaran yang hilang. Si istri menganggap suaminya yang simpan sedangkan si suami menganggap si istri yang simpan. Nah, dari asumsi ini aja udah enggak bisa ketemu karena masing-masing merasa bahwa pasangannya yang salah.
Tahan dulu untuk berucap, “Kamu, tuh!” atau “Kamu, sih!” atau yang sejenis.
baca juga: Mengapa Sebaiknya Diam Ketika Bertengkar dengan Pasangan
2. Mencari siapa yang benar saat hati sedang panas tidak akan berguna
Selain saling menyalahkan, kebiasaan lain ketika bertengkar adalah menganggap diri sendiri benar. Nah. Saat bertengkar pikiran kita lagi panas dan tidak bisa berpikir jernih. Ego kita pun tinggi. Walau hati sumpek dan merasa pasangan jadi sosok menyebalkan serta merasa diri sendiri paling benar, tahanlah untuk tidak berucap yang malah membuat runyam. Dalam kondisi seperti itu biasanya kita hanya melihat masalah dari sisi kita saja, jadi ya wajar jika menganggap diri sendiri paling benar padahal belum tentu.
3. Mencari solusi
Inilah yang jarang dilakukan. Karena sibuk menyalahkan dan menganggap diri sendiri benar, maka waktu terbuang percuma tanpa adanya solusi. Setelah semua perkakas pada rusak karena luapan emosi misalnya, barulah kemudian sadar, “Kok tadi gini, ya?” dan semua itu tidak akan berguna karena waktu tidak mungkin bisa kembali.
That’s why, daripada sibuk menyalahkan dan menganggap diri benar, lebih baik nyari solusi.
Misal untuk kasus kuitansi hilang seperti di atas. Daripada saling menuduh lebih baik mencarinya segera. Nanti setelah ketemu akan ketahuan siapa yang benar dan salah tanpa harus menyalahkan secara frontal atau menganggap diri sendiri paling benar.
4. Diam dulu daripada adu mulut
Pertengkaran hebat tidak akan terjadi jika hanya satu saja yang ngoceh sedangkan yang lain diam. Dan lagi, sahut-sahutan itu gunanya apa selain jadi makin gelap mata. Teriak-teriak membuat bising tetangga, mempermalukan diri sendiri, dan memberi contoh yang tidak baik bagi anak.
“Janganlah marah maka bagimu surga,” (HR. At-Thabrani)
“Ada kalimat yang kalau diucapkan akan menghilangkan kemarahan yaitu A’udzubillah minasy syaithaanir rajim,” (HR. Bukhari Muslim)
“Kemarahan itu dari setan sedangkan setan tercipta dari api dan api hanya bisa padam dengan air, maka jika marah berwudhulah,” (HR. Abu Dawud)
“Jika kalian marah duduklah, jika tidak hilang juga maka berbaringlah,” (HR. Abu Dawud)
“… Jika kalian marah, diamlah,” (HR. Ahmad)
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua mata dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barang siapa yang mendapati hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (bersujud),” (HR. Tirmidzi)
5. Siapa yang mengalah?
Lalu, siapa yang mengalah? Siapa yang berinisiatif diam ketika yang satu mengamuk? Siapa yang berinisiatif mencari solusi ketika yang satu terus-menerus menyalahkan? YANG WARAS.
Pepatah mengatakan “Yang waras ngalah,”
Jangan dikira mengalah itu tanda kalah. Justru tidak. Sebenarnya miris juga melihat fenomena sekarang ini dimana seseorang entah itu suami atau istri merasa begitu bangga bisa berbuat kasar pada pasangannya
“Pasanganku dong takut sama aku,”
“Kalau aku udah ngoceh, deuh pasanganku langsung diam membisu, dikira gue gak berani,”
“Aku dong bisa ngomel sepuasnya sedangkan pasanganku tetap tenang kayak gak berani gitu,”
Secara kasat mata yang bersikap kasar nampak hebat. Padahal? Yang bersangkutan hanya semakin menunjukkan bahwa dirinya tidak dewasa. Apa untungnya menang berantem. Toh suami istri bukan lawan alias rival yang harus ditentukan siapa yang menang dan kalah.
Kemampuan bisa meredam kemarahan di saat panas hanya dimiliki oleh mereka yang bersumbu panjang alias bijak.
Untuk mencapai kondisi di atas tidak harus menunggu tua atau berumur dulu karena orang bijak mengatakan bahwa dewasa itu pilihan bukan atas dasar umur. Kedewasaan dibentuk dari reaksi demi reaksi yang kita berikan atas masalah yang kita hadapi. Di pertengkaran pertama sampai kelima dengan pasangan bisa jadi kita masih jadi sosok emosional. Tapi, kemudian kita belajar bahwa seperti itu kok enggak banget. Akhirnya, di pertengkaran atau di perdebatan kecil keenam dan seterusnya sikap kita bisa lebih bijak. Dan pada akhirnya, sikap bijak tersebut akan meminimalisir perdebatan-perdebatan kecil yang tidak perlu.
Penulis:
Miyosi Ariefiansyah alias @miyosimiyo penghuni www.rumahmiyosi.com adalah istri, ibu, penulis, dan pembelajar.
Sumber : umi-online.com
Jika dengan teman yang bertemunya hanya sesekali entah itu di dunia nyata atau maya dan tidak terlalu terikat hubungan emosional saja bisa salah paham apalagi dengan pasangan hidup yang notabene selalu berinteraksi sepanjang hari. Namanya juga beda orang, beda isi kepala, beda persepsi, beda latar belakang, dan bedaa banyak hal. Terlepas dari beragam kesamaan yang pasti dimiliki, ya.
Pertengkaran kecil pun jika tidak disikapi dengan baik bisa berlarut-larut bahkan bisa berakibat fatal. Awalnya mungkin hanya bertengkar kecil masalah rebutan channel tv, tapi jika tidak disikapi dengan bijak bisa berkembang ke mana-mana bahkan bisa bercerai. Na’udzubillah.
“Kamu sih kalau ngeletakin remote enggak bener”
“Ya kamulah yang suka nonton tv,”
“Kok jadi aku? Ya kamu gak mau ingetin!”
“Kok ngelunjak ya udah disabarin!”
“Kamu itu yang sembrono, udah tahu remote tv itu benda kecil, gak rapi nyimpennya,”
“Kok dari tadi nyalahin aku terus,”
“Bukannya nyalahin, itu ngingetin kali, kamunya aja yang gak terimaan,”
“Kamu itu yang ngingetinnya gak bener!”
“Jadi harus gimana? Ingetinnya harus seperti mantanmu dulu yang lembut?”
“Kok bawa-bawa mantan?”
“Ya kamu yang mulai,”
Dan seterusnya.
Nah. Padahal masalahnya apa, sih? Sepele banget.
Sahabat Ummi pasti tahu kan bahwa setan itu bakal sorak-sorak bergembira melihat pasangan suami istri bertengkar. Prestasi tertinggi mereka adalah ketika bisa memisahkan dua insan yang direkatkan dalam hubungan halal. Kalau masalah alasan ya bisa dicari, salah satunya pertengkaran kecil. That’s why, meskipun bukan berarti harus lebay, seyogyanya kita tidak menyepelekan pertengkaran-pertengkaran kecil dengan pasangan. Jangan dibuat berlarut-larut apalagi sampai dipendam hingga menimbulkan dendam. Na’udzubillah.
Pertengkaran kecil dengan pasangan bisa jadi adalah sesuatu yang tidak mungkin bisa kita hindari, tapi kita bisa menyikapinya dengan baik agar tidak merembet ke mana-mana. Sahabat Ummi bisa menggunakan tips praktis dan sederhana ini:
Apa yang harus dilakukan jika terlibat pertengkaran kecil dengan pasangan hidup?
1. Jangan langsung menyalahkan nanti yang ada sahut-sahutan
“Kamu, sih!”
“Kamu itu!”
Sampai besok pagi begitu terus. Capek, ya.
Kecenderungan manusia ketika dia disalahkan adalah bersikap defensif alias membela diri. Jadi tahanlah untuk menyalahkan pasangan secara frontal.
Misal, masalahnya adalah kuitansi pembayaran yang hilang. Si istri menganggap suaminya yang simpan sedangkan si suami menganggap si istri yang simpan. Nah, dari asumsi ini aja udah enggak bisa ketemu karena masing-masing merasa bahwa pasangannya yang salah.
Tahan dulu untuk berucap, “Kamu, tuh!” atau “Kamu, sih!” atau yang sejenis.
baca juga: Mengapa Sebaiknya Diam Ketika Bertengkar dengan Pasangan
2. Mencari siapa yang benar saat hati sedang panas tidak akan berguna
Selain saling menyalahkan, kebiasaan lain ketika bertengkar adalah menganggap diri sendiri benar. Nah. Saat bertengkar pikiran kita lagi panas dan tidak bisa berpikir jernih. Ego kita pun tinggi. Walau hati sumpek dan merasa pasangan jadi sosok menyebalkan serta merasa diri sendiri paling benar, tahanlah untuk tidak berucap yang malah membuat runyam. Dalam kondisi seperti itu biasanya kita hanya melihat masalah dari sisi kita saja, jadi ya wajar jika menganggap diri sendiri paling benar padahal belum tentu.
3. Mencari solusi
Inilah yang jarang dilakukan. Karena sibuk menyalahkan dan menganggap diri sendiri benar, maka waktu terbuang percuma tanpa adanya solusi. Setelah semua perkakas pada rusak karena luapan emosi misalnya, barulah kemudian sadar, “Kok tadi gini, ya?” dan semua itu tidak akan berguna karena waktu tidak mungkin bisa kembali.
That’s why, daripada sibuk menyalahkan dan menganggap diri benar, lebih baik nyari solusi.
Misal untuk kasus kuitansi hilang seperti di atas. Daripada saling menuduh lebih baik mencarinya segera. Nanti setelah ketemu akan ketahuan siapa yang benar dan salah tanpa harus menyalahkan secara frontal atau menganggap diri sendiri paling benar.
4. Diam dulu daripada adu mulut
Pertengkaran hebat tidak akan terjadi jika hanya satu saja yang ngoceh sedangkan yang lain diam. Dan lagi, sahut-sahutan itu gunanya apa selain jadi makin gelap mata. Teriak-teriak membuat bising tetangga, mempermalukan diri sendiri, dan memberi contoh yang tidak baik bagi anak.
“Janganlah marah maka bagimu surga,” (HR. At-Thabrani)
“Ada kalimat yang kalau diucapkan akan menghilangkan kemarahan yaitu A’udzubillah minasy syaithaanir rajim,” (HR. Bukhari Muslim)
“Kemarahan itu dari setan sedangkan setan tercipta dari api dan api hanya bisa padam dengan air, maka jika marah berwudhulah,” (HR. Abu Dawud)
“Jika kalian marah duduklah, jika tidak hilang juga maka berbaringlah,” (HR. Abu Dawud)
“… Jika kalian marah, diamlah,” (HR. Ahmad)
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua mata dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barang siapa yang mendapati hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (bersujud),” (HR. Tirmidzi)
5. Siapa yang mengalah?
Lalu, siapa yang mengalah? Siapa yang berinisiatif diam ketika yang satu mengamuk? Siapa yang berinisiatif mencari solusi ketika yang satu terus-menerus menyalahkan? YANG WARAS.
Pepatah mengatakan “Yang waras ngalah,”
Jangan dikira mengalah itu tanda kalah. Justru tidak. Sebenarnya miris juga melihat fenomena sekarang ini dimana seseorang entah itu suami atau istri merasa begitu bangga bisa berbuat kasar pada pasangannya
“Pasanganku dong takut sama aku,”
“Kalau aku udah ngoceh, deuh pasanganku langsung diam membisu, dikira gue gak berani,”
“Aku dong bisa ngomel sepuasnya sedangkan pasanganku tetap tenang kayak gak berani gitu,”
Secara kasat mata yang bersikap kasar nampak hebat. Padahal? Yang bersangkutan hanya semakin menunjukkan bahwa dirinya tidak dewasa. Apa untungnya menang berantem. Toh suami istri bukan lawan alias rival yang harus ditentukan siapa yang menang dan kalah.
Kemampuan bisa meredam kemarahan di saat panas hanya dimiliki oleh mereka yang bersumbu panjang alias bijak.
Untuk mencapai kondisi di atas tidak harus menunggu tua atau berumur dulu karena orang bijak mengatakan bahwa dewasa itu pilihan bukan atas dasar umur. Kedewasaan dibentuk dari reaksi demi reaksi yang kita berikan atas masalah yang kita hadapi. Di pertengkaran pertama sampai kelima dengan pasangan bisa jadi kita masih jadi sosok emosional. Tapi, kemudian kita belajar bahwa seperti itu kok enggak banget. Akhirnya, di pertengkaran atau di perdebatan kecil keenam dan seterusnya sikap kita bisa lebih bijak. Dan pada akhirnya, sikap bijak tersebut akan meminimalisir perdebatan-perdebatan kecil yang tidak perlu.
Penulis:
Miyosi Ariefiansyah alias @miyosimiyo penghuni www.rumahmiyosi.com adalah istri, ibu, penulis, dan pembelajar.
Sumber : umi-online.com
Tips Sederhana agar Pertengkaran Kecil dengan Pasangan Cepat Reda
4/
5
Oleh
Taqwa Haq